Politik
Identitas
Hal
pertama yang mesti dipahami bahwa politik identitas bukanlah
politik dalam makna tradisional saja. Politik identitas fokus
perhatiannya ialah perbedaan identitas yang meliputi etnik, agama, dan
hal lain yang dipakai untuk menghimpun orang atas dasar kesamaan yang dimiliki.
Politik identitas merupakan subdisiplin ilmu politik yang bersifat empiris
dan mulai dibicarakan pada tahun 1960-an. Pada tahun 1967, dalam suatu
pertemuan pertama yang diadakan oleh asosiasi ilmu politik internasional
dibicarakan tentang biologi dan politik.
Merujuk
Eriksen timbulnya perasaan untuk berkumpul pada identitas yang sama seperti
etnisitas misalnya berdasarkan pada kecenderungan di dalam setiap kumpulan
manusia untuk membedakan antara orang dalam dan orang luar, untuk menarik garis
batas sosial, dan kecenderungan untuk membangun stereotip-stereotip tentang
“kumpulan lain.” Kecenderungan membangun stereotip-stereotip tentang kumpulan
lain ini juga sebenarnya merupakan cara untuk mendukung dan membenarkan garis
batas sosial ini. Eriksen menekankan bahwa etnisitas muncul ketika
“perbedaan-perbedaan kultural yang dipersepsikan akan berakibat pada
perbedaan sosial” (ethnicity occurs when perceived cultural differences make a
sosial difference. Etnisitas muncul karena adanya interaksi dari
kumpulan-kumpulan yang merasa “berbeda”, ketika pembedaan “kita” dan “mereka”
menjadi penting.
Menurut
Lukmantoro (2008:2) Politik identitas adalah tindakan politis untuk
mengedepankan kepentingan-kepentingan dari anggota suatu kumpulan karena
memiliki kesamaan identitas atau karakteristik, baik berbasiskan pada ras,
etnisitas, gender, atau keagamaan. Politik identitas merupakan rumusan lain
dari politik perbedaan. Kemunculan politik identitas merupakan respon terhadap
pelaksanaan hak-hak asasi manusia yang seringkali diterapkan secara tidak adil.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa secara konkret, kehadiran politik identitas
sengaja dijalankan kumpulan- kumpulan masyarakat yang mengalami marginalisasi.
Hak-hak politik serta kebebasan untuk berkeyakinan mereka selama ini
mendapatkan hambatan yang sangat signifikan.
Politik
Identitas ini terkait dengan upaya-upaya mulai sekedar penyaluran aspirasi
untuk mempengaruhi kebijakan, penguasaan atas distribusi nilai-nilai yang
dipandang berharga hingga tuntutan yang paling fundamental, iaitu penentuan
nasib sendiri atas asas keprimordialan. Dalam format keetnisan, politik
identitas tercermin mula pada upaya memasukan nilai-nilai kedalam peraturan
daerah, memisahkan wilayah pentadbiran, keinginan menerapkan otonomi khusus
sampai dengan munculnya gerakan separatis. Sementara dalam konteks keagamaan politik
identitas terefleksikan dari beragam upaya untuk memasukan nilai-nilai
keagamaan dalam proses pembuatan kebijakan, termasuk menggejalanya peraturan
daerah tentang syariah, mahupun upaya menjadikan sebuah kota identik dengan
agama tertentu.
Secara
teoritis munculnya politik identitas merupakan fenomena yang disebabkan oleh
banyaknya faktor seperti : aspek struktural berupa disparitas ekonomi
masa lalu dan juga masih berlanjutnya kesulitan ekonomi sehingga hari ini
yang telah memberikan alasan pembenaran upaya pemisahan diri sebuah kumpulan
primordial yang bertautan dengan aspek keterwakilan politik dan institusional.
cr:kuliahmultikultur.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar