.

.

Rabu, 16 Desember 2015

POLITIK IDENTITAS

Politik Identitas
     Hal pertama yang mesti dipahami  bahwa  politik identitas bukanlah politik dalam makna tradisional saja.  Politik identitas fokus perhatiannya ialah  perbedaan identitas yang meliputi etnik, agama, dan hal lain yang dipakai untuk menghimpun orang atas dasar kesamaan yang dimiliki. Politik identitas merupakan subdisiplin  ilmu politik yang bersifat empiris dan mulai dibicarakan pada tahun 1960-an. Pada tahun 1967, dalam suatu pertemuan pertama yang diadakan oleh asosiasi ilmu politik internasional dibicarakan tentang biologi dan politik.


   Merujuk Eriksen timbulnya perasaan untuk berkumpul pada identitas yang sama seperti etnisitas misalnya berdasarkan pada kecenderungan di dalam setiap kumpulan manusia untuk membedakan antara orang dalam dan orang luar, untuk menarik garis batas sosial, dan kecenderungan untuk membangun stereotip-stereotip tentang “kumpulan lain.” Kecenderungan membangun stereotip-stereotip tentang kumpulan lain ini juga sebenarnya merupakan cara untuk mendukung dan membenarkan garis batas sosial ini.  Eriksen menekankan bahwa etnisitas muncul ketika “perbedaan-perbedaan kultural yang dipersepsikan  akan berakibat pada perbedaan sosial” (ethnicity occurs when perceived cultural differences make a sosial difference. Etnisitas muncul karena adanya interaksi dari kumpulan-kumpulan yang merasa “berbeda”, ketika pembedaan “kita” dan “mereka” menjadi penting.
     Menurut Lukmantoro (2008:2)  Politik identitas adalah tindakan politis untuk mengedepankan kepentingan-kepentingan dari anggota suatu kumpulan karena memiliki kesamaan identitas atau karakteristik, baik berbasiskan pada ras, etnisitas, gender, atau keagamaan. Politik identitas merupakan rumusan lain dari politik perbedaan. Kemunculan politik identitas merupakan respon terhadap pelaksanaan hak-hak asasi manusia yang seringkali diterapkan secara tidak adil. Lebih lanjut dikatakannya bahwa secara konkret, kehadiran politik identitas sengaja dijalankan kumpulan- kumpulan masyarakat yang mengalami marginalisasi. Hak-hak politik serta kebebasan untuk berkeyakinan mereka selama ini mendapatkan hambatan yang sangat signifikan.
Politik Identitas ini terkait dengan upaya-upaya mulai sekedar penyaluran aspirasi untuk mempengaruhi kebijakan, penguasaan atas distribusi nilai-nilai yang dipandang berharga hingga tuntutan yang paling fundamental, iaitu penentuan nasib sendiri atas asas keprimordialan. Dalam format keetnisan, politik identitas tercermin mula pada upaya memasukan nilai-nilai kedalam peraturan daerah, memisahkan wilayah pentadbiran, keinginan menerapkan otonomi khusus sampai dengan munculnya gerakan separatis. Sementara dalam konteks keagamaan politik identitas terefleksikan dari beragam upaya untuk memasukan nilai-nilai keagamaan dalam proses pembuatan kebijakan, termasuk menggejalanya peraturan daerah tentang syariah, mahupun upaya menjadikan sebuah kota identik dengan agama tertentu.


   Secara teoritis munculnya politik identitas merupakan fenomena yang disebabkan oleh banyaknya faktor seperti :  aspek struktural berupa disparitas ekonomi masa lalu dan juga masih berlanjutnya kesulitan ekonomi sehingga hari  ini yang telah memberikan alasan pembenaran upaya pemisahan diri sebuah kumpulan primordial yang bertautan dengan aspek keterwakilan politik dan institusional.
cr:kuliahmultikultur.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar