.

.

Rabu, 16 Desember 2015

Ekonomi Politik Internasional

Sejarah EPI

Setelah membahas tentang sejarah terangkumnya ekonomi politik menjadi satu kajian studi, penulis akan melangkah pada sejarah Ekonomi Politik Internasional (EPI). Pada dasarnya mengapa studi EPI ini muncul adalah disebabkan oleh terjadinya suatu ketimpangan antara keikutsertaan ekonomi dan teknik interdependence dari masyarakat nasional (ekonomi-politik) dan berlanjut pada penggolongan sistem politik dunia kedalam negara berdaulat yang independent. Hal ini megangkat isu ketergantuangan baik secara mutual maupun unsimetris karena yang menjadi sentral dalam studi EPI adalah logika antara pasar dan logika negara .
Jika menelisik kebelakang, mengapa studi ini berkembang, bisa menarik mundur pada awal tahun 1970an saat awal era post-war. Pada saat itu, telah kentara sekali negara yang dapat berkembang dan mencapai keuntungan dengan negara yang tidak dapat berkembang. Dengan adanya pola stabilitas baru seperti ini, maka tidak dapat dipungkiri sistem saling mempengaruhi dan interdependence menjadi suatu bahasan yang sentral dalam EPI.


Perspektif Ekonomi Politik Internasional


Perspektif Merkantilis
Perspektif ini memandang bahwa Negara menjadi actor utama yang secara aktif dan rasional mengatur ekonomi demi meningkatkan kekuatan kekuasaan Negara.
Membangun suatu Negara bangsa yang kuat diperlukan akumulasi capital sebanyak-banyaknya. Sehingga pembangunan ekonomi diprioritaskan. Apabila untuk memenuhi capital yang diinginkan tersebut tidak bisa dicukupi dengan pemanfaatan sumber-sumber capital dalam negeri, maka dilakukanlah perdaganagan internasional. Demi mendapatkan keuntungan maksimal, maka pemerintah harus memainkan kebijaksanaan “nasionalis-ekonomis”. Yaitu dengan (a) pemerintah mengendalikan (menekan) sepenuhnya harga barang dan gaji buruh, sehingga bisa dijual dengan harga bersaing di pasar internasional, (b) menerapkan strategi prduksi substitusi barang impor, (c) memaksimalkan ekspor dan meminimalkan impor. Strategi ini juga bisa dilakukan oleh negera-negara yang lemah dengan alas an membiarkan pasar bebeas berlaku, sementara posisi sendiri lemah, hanya akan menghancurkan diri sendiri.
Sistem merkantilis ini dalam praktiknya dijalankan oleh Negara-negara yang telah lebih dahulu menjadi hegomonik, misal kebijakan Inggris pada abad18. Tujuannya adalah untuk mencapai tujuan nasionalnya yakni mempertahankan dan memperbesar kekuatannya. Namun pengikut paham ini juga memberikan kemungkinan Negara “baru”  untuk menang dalam kancah persaingan internasional dengan syarat Negara tersebut menerapkan kebijakan proteksionis dan aktif.
Dala studi politik, pesrspektif ini dikenal sebagai realism politik. Kritik kepada perspektif, baik merkantilisme maupun realism, adalah bahwa kedua perpektif ini terlalu berlebihan dalam menekankan kepentingan nasional. Sehingga kepentingan global terkorbankan. Para pengikut perspektif ini lupa bahwa di dunia ini, terdapat beberapa bidang yang semua Negara memiliki kepentingan sama sehingga bisa dijadikan basis kerjasama. Para pengkritik ini terutama datang dari kaum liberal.

Perspektif Liberal
Dipelopori oleh David Ricardo dan Adam Smith, mereka mengkritik pengendalian ekonomi yang berlebihan oleh Negara. Perspektif liberal mengajukan argument bahwa cara yang paling efektif untuk meningkatkan kekayaan suatu Negara adalaha dengan membiarkan individu-individu di dalamnya secara bebas berinteraksi dengan para individu Negara lain. Mereka menganjurkan pasar bebas.
Konsepsi liberal ini didasarkan pada gagasan mengenai kedaulatan pasar dalam ekonomi, dengan mengasumsikan bahwa semua manusia secara alamiah memiliki keselarasan kepentingan. Karena itu, kalau individu dibiarkan mengejar kepentingan masing-masing yang didasarkan pada suatu pembagian kerja dan pada struktur atau komposisi factor-faktor produksinya sendiri, maka kesejahteraan individu, nasional akan meningkat.
Perspektif ini mengasumsikan bahwa manusia selalu rasional dan berusaha memaksimalkan perolehan. Rasional dalam artian kalkulalasi untung-rugi. Seorang actor demi memperoleh perolehan maksimal pastinya melakukan kalkulasi untung-rugi tersebut, sehingga keputusannya merupakan hal yang dianggap memenuhi kepuasan subjektif tertinggi.
Kaumliberal percaya bahwa dengan saling berinteraksinya Negara-negara melalui perdagangan internasional, konflik bisa terhindarkan. Bahkan bisa membawa keuntungan bersama sehingga kesejahteraan mereka akan meningkat.
Keputusan para pelaku ekonomi mengenai apa yang harus diproduksi dan dijual berdasarkan pertimbangan keunggulan koparatif (comparative advantage). Yakni setiap Negara harus memiliki spesialisasi dalam produksi barang sehingga memiliki keuntungan komparatif (harga terendah, waktu produksi tercepat) tertinggi dari pada rekanan dagang yang lain. Dan inilah yang dijadikan komoditas ekspor. Sedangkan Negara tersebut lebih baik mengimpor barang-barang luar negeri yang memiliki posisi keuntungan komparatif lebih baik. Sehingga dari sini efisiensi terjadi.
Peran Negara sangat terbatas pada penyediaan fondasi bagi bekerjanya system pasar, seperti pembangunan infrastruktur, penegakkan hukum, menjamin keamanan, mencegah persaingan tidak sehat, dan menyelenggarakan pendidikan. Dengan demikian, menurut persektif liberal, ekonomi dan politik merupakan bidang yang terpisah.
Kritik untuk persektif ini adalah, (a) gagasan liberal hanya menguntungkan yang paling efisien, yaitu si kuat, dan merugikan yang tidak efisien. Ditambah lagi dengan kemampuan Negara-negara kuat untuk memiliki kualitas yang baik, harga rendah, produksi cepat,mereka memiliki teknologi. Lebih lanjut industry yang menggunakan teknologi yang canggih merupakan industry padat modal, sehingga tidak mempu menyerap banyak tenaga kerja, (b) liberalism juga mengingkari fakta bahwa semua bangsa memiliki kemampuan yang sama untuk berkompetisi.  Padahal faktanya kita menemukan “ketimpangan relasional” bangsa-bangsa.

Perspektif Radikal
Basis pokok perspektif ini adalah gagasan Marxisme. Sementara perspektif liberal memandang pasar bisa memungkinkan individu memaksimalkan perolehan, kaum Marxis meilhat kapitaslisme dan pasar telah menciptakan kekayaan untuk kepitalis dan kemiskinan untuk kaum buruh. Perpektif ini memiliki tujuan kegiatan ekonomi (dan politik) untuk redistribusi kekayaan dab kekuasaan.
Kaum radikal membuat beberapa asumsi berikut. Pertama, bahwa kelas social adalah actor dominan dalam ekonomi dan politik. Kedua, bahwa kelas-kelas tersebut bertindak berdasarkan kepentingan materiil mereka. Ketiga. Bahwa basis dari ekonomi kapitalis adalah eksploitasi kelas buruh oleh kapitalis. Asumsi ketiga ini membawa kesimpulan bahwa baginya, buruh dan kapitalis merupakan dua actor antagonis.
Namun dalam perspektif ini juga ditemukan beberapa kelemahan: (a) terlalu menekankan kelas sebagai variabel penyebab kegiatan ekonomi, (b) argument radikal sering tidak tampak realistic, missal anjuran bagi Negara berkembang untuk keluar dari kegiatan perdagangan internasional.

Perspektif Reformis
Perspektif ini mengusung konsepsi Tata Ekonomi Internasional Baru (TEIB), muncul sebagai kritik atas ketiga perspektif di atas. Mereka tidak setuju dengan penekan berlebihan kaum liberal terhadap pertimbangan efisiensi sehingga merugikan actor yang lebih lemah. Mereka tidak setuju dengan kaum radikal untuk melakukan perubahan revolusioner menentang system kapitasis. Karena mereka lebih percaya pada reformasi struktur hubungan internasional Dan walaupun mereka setuju dengan gagasan merkantilis mengenai peran aktif Negara dalam urusan ekonomi internasional, mereka lebih bersikap internasionalis daripada nasionalis.
Yang penting bukannya meninggalkan arena internasional dan menutup diri, terapi berusaha menciptakan suatu tatanan baru sehingga lebih adil. Agar efektif, harus terjadi kerjasama semua Negara Kurang Berkembang (NKB) melalu mekanisme collective self-relience dan collective bargaining.
Namun tetap saja, perspektif ini pun memiliki beberapa kelemahan. (a) Apakah para pemimpin NKB, dengan system pemerintahan yang berbeda-beda, mau saling bekerjasama?, (b) Apakah mereka punya cukup ”senjata” untuk melakukan bargaining. (c) Apakah Negara-negara kaya mau begitu saja dipaksa menyerahkan kekayaannya kepada Negara miskin?



Perspektif nasionalisme merupakan bagian dari fase dalam sejarah kebijakan ekonomi, atau sebuah sistem tentang kebijakan ekonomi yang banyak dipraktekan oleh para negarawan Eropa dalam rangka menjamin kesatuan politik dan kekuatan nasionalnya. Sistem ini dikenal dengan sebutan the commercial or mercantile system, yang dipelopori Adam Smith, sehingga seringkali  pendekatan dari perspektif nasionalisme disebut juga dengan merkantilisme (Gilpin, 1987:32). Kaum merkantilis memiliki pandangan bahwa elit-elit politik berada pada garis depan pembangunan negara modern. Merkantilisme melihat perekonomian internasional sebagai arena konflik antara kepentingan nasional yang bertentangan daripada sebagai wilayah kerjasama yang saling menguntungkan. Merkantilisme melihat kekuatan ekonomi dan kekuatan politik sebagai tujuan yang saling melengkapi, bukan saling bersaing, dalam lingkaran arus balik positif. Pencapaian kekuatan ekonomi mendukung pengembangan kekuatan politik dan militer negara dan kekuatan politik dapat meningkatkan dan memperkuat ekonomi negara. Kaum merkantilis menyatakan bahwa perekonomian seharusnya tunduk pada tujuan utama peningkatan kekuatan negara, politik harus di utamakan daripada ekonomi. Tetapi isi dari kebijakan-kebijakan spesifik yang direkomendasikan untuk menjalankan tujuan tersebut telah berubah sepanjang waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar